"Udah, sogok aja kayak film-film indonesia!" - AJ Park
Coba tebak, poster apakah yang gue pasang di atas? Bukan, itu bukan versi live action dari anime Jepang terpopuler: Sailor Moon. Bukan pula drama mandarin yang hanya tayang di Blitz Megaplex. Apalagi iklan aplikasi terbaru dari Yahoo! Indonesia untuk pangsa pasar pria dewasa. Salah semua guys! Gambar tersebut adalah poster film Xià Àimĕi. Drama lokal yang mencoba untuk berbeda. Eh, berbeda? Yakin beda?
Bercerita tentang Xià Àimĕi (Franda), gadis lugu asal Yangshuo Guangxi, sebuah desa kecil di daratan China. Àimèi bersama gadis lain diboyong ke Indonesia oleh Jack (Ferry Salim), pria necis pemilik Lé Mansion, sebuah club mewah di Jakarta.
Sesampainya di Jakarta, Àimĕi yang diubah nama menjadi Xi Xi baru sadar kalau dia adalah korban human trafficking. Terlebih ketika Jack menjadikannya komoditi pemuas nafsu pria kaya, kabur pun menjadi jalan satu-satunya agar merdeka. Untuk kabur, Xi Xi meminta bantuan Lielie (Shareefa Danish) dan Pauline (Jasmine Julia Machate) teman satu kamar di Lé Mansion serta AJ Park (Samuel Rizal) pegawai Discovery Underworld International berdarah Korea. Sanggupkah Xi Xi kembali ke Negara asalnya dengan bantuan mereka?
Well, apa yang di tawarkan oleh produksi terbaru Falcon Pictures ini sebenarnya lumayan menjanjikan. Sayangnya ide besar tersebut gagal disampaikan dengan baik. Skenario hasil rembukan Alyandra, Tohaesa dan Sally Anom terlalu payah untuk kemudian di ekskusi oleh Alyandra yang selain bertindak sebagai penulis naskah juga memegang bagian penyutradaraan, DOP dan tata musik.
Lihat saja, sepanjang 72 menit kita akan melihat betapa pincangnya film ini. Naskah yang buruk semakin hancur lebur dengan gaya penyutradaraan Alyandra yang terkesan dikejar sesuatu. Sehingga ditinjau dari berbagai sisi film ini mempunyai banyak nilai minus. Seperti akting para aktor dan aktris yang so pathetic serta editing yang kasar.
Ngomongin akting, rasanya hanya Shareefa Danish yang sanggup membawakan karatkter dangkal yang diembankan padanya dengan baik. Franda yang baru saja memulai debut layar lebar memang tidak buruk, tapi peforma aktingnya belum mampu meyakinkan banyak orang kalau dia beneran sedang tertindas selain sepanjang film hanya sibuk menundukan kepala. Bagian paling ganggu adalah penampilan Ferry Salim dengan jambul khatulistiwa wannabe dan gaya necisnya yang terlalu berlebihan (bahkan di keseharian pun!). Belum lagi tambahan highlite komedi gagal dan teramat sangat maksa dari Gilang Dirgahari. Membuat gue nggak berhenti mikir untuk segera keluar dari studio saking muaknya.
Berterima kasihlah pada Franda. Karena dia adalah satu-satunya alasan gue (dan cowok-cowok lain) untuk bertahan menyaksikan film ini sampai credit title muncul. Andai saja produksinya tak terlalu buru-buru serta mau meluangkan waktu dalam proses penggodokan naskah, mungkin Xià Àimĕi mampu tampil lebih berisi dan memikat. Tidak seperti sekarang yang rasanya sia-sia saja memasukan berbagai unsur menarik jika digarap hanya setengah-setengah. Pada akhirnya Xià Àimĕi pun telah gagal untuk tampil berbeda. Sebuah debut film yang mengecewakan bagi Alyandra dan Franda.
0 comments:
Post a Comment