Monday, January 14, 2013

what the...? - Film Indonesia


sebenarnya banyak sineas lokal berbakat datang dengan ide-ide gila untuk membuat sebuah film yang layak konsumsi. Tapi nggak banyak produser-produser yang tertarik mendanai. Dan akhirnya, cerita mereka hanya stuck di jalan. Karena kebanyakan produser jaman sekarang cuman butuhin modal cerita basi dan adegan buka-bukaan hingga pundi pundi duit mengalir dengan lancar kek air seni tanpa memikirkan perasaan penonton dan moralitas anak bangsa. Entah sutradara, pemain atau ceritanya sangat nyampah dimana-mana. Yang penting jadi film, jadi poster yang eye catching, jadi judul yang mengundang serta viral marketing yang mengada-ada. Well, nggak mau munafik juga sih. Kalo udah masalah ginian, duit emang masih jadi masalah yang dominan.

Sebenarnya banyak sineas lokal berbakat datang dengan ide-ide gila untuk membuat sebuah film yang layak konsumsi. Sekalinya ada produser yang mendanai, uda syuting uda siap-siap edar di layer lebar, eh, malah mengalami proses filterisasi, mana yang proft mana yang tidak. Hingga akhirnya film itu hanya diputar pada event-event tertentu. Dan diedarkan di luar negeri. Yang mirisnya mendapat banyak respon postif.

Nggak tau mesti sedih atau gimana, kayaknya pemerintah kurang mensupport hal-hal kayak gini. Mereka cuman support film-film yang emang udah dianggap. Padahal filmnya sendiri sebenarnya nggak banget. Contoh nyata kek ayat-ayat cinta. Sehebat apa sih film itu? Sampe presiden aja bela-belain nonton. Sangat membuang waktu padahal disana-sini banyak konflik, bencana, demo demo minta keadilan, eh malah ditinggal liat film nggak penting bersama pejabat-pejabat lain.

Saking hopelessnya, sineas muda yang punya mimpi besar pada kabur. Mereka terjebak pola pikir UUD alias ujung-ujungnya duit. Lihat aja, banyak banget film-film Indonesia rilis tanpa nafas yang berarti. Hanya beredar dengan kontroversi yang harusnya tak perlu seheboh itu. Ngapain sih dibikin heboh toh di dunia maya banyak bokep-bokep tanpa filterisasi yang tersebar dengan akses begitu mudah. Cuman 3000 per jam!



Kembali pada poin kedua, bosan dengan film-film sampah semi mainstream kelas tai yang terornya makin gila-gilaan dijaringan 21, terkadang muncul film-film dari generasi terbaru yang nggak bisa tayang dengan banyak alasan. Satu contoh seperti babi buta ingin terbang. Herannya udah tau diginiin, mereka, yang bikin film, cuma diam berpangku tangan. gak ada yang berani nge share atau gimana gitu. buat kemajuan bangsa sendiri kok jiper gitu. Meski nggak ayal kalo di edarin pasti bakalan terjadi pro dan kontra. Tapi masih mending film ini mempunyai isi daripada film keluaran maxima, starvision, k2k, mitra pictures dan bic production yang, yah, you know what I mean, guys. What the fuck!

Berita terbaru datang dari film sex art arahan duet djenar maesa ayu (mereka bilang saya monyet!) dan harry dagoe (pachinko) yang mana mereka juga membintanginya sendiri, berjudul saia dan udah dikonfirmasi sama djenar via retweet di twitter saat gue asyik berbalas mention dengan rio johan pemilik kinema movie review, kalo film ini nggak bakal tayang di Indonesia dengan alasan klise, takut dicaci maki. Rasanya film ini akan menjadi bagian seperti film jermal, babi buta ingin terbang dan may. no commet ah…

curhatan operator warnet yang begitu [terpaksa] mencintai film indonesia

0 comments:

Post a Comment

Lagi Hot